HUTANG PROPERTY, LUNAS!, MR MARDIGU WP Notes

HUTANG PROPERTY, LUNAS!
Nasehat belasan tahun silam oleh seorang sahabat bidang property. Bisnis property yang lokasinya prime, jangan pernah di jual karena tidak akan jadi dengan mudah lokasi bagus tersebut.
Di katakan lokasi bagus dalam dunia property adalah tempat tersebut “crowd gather”. Secara alamiah menjadi tempat berkumpul. Entah karena persimpangan di mana 4 penjuru bertemu seperti sekitar semanggi kalau di Jakarta. Sehingga daerah SCBD menjadi lokasi dnegan harga super premium di Indonesia, saat ini 200 juta/meter persegi.
Atau daerah seperti cilandak town square, di Jakarta selatan. Lalu ada lagi yang namanya “destination” memang daerah tujuan (bukan persimpangan). Destination ini seperti kelapa gading atau ancol, itu destination. Beda lagi, lebih sulit lagi karena “harus di ciptakan” dan jadinya puluhan tahun. Sedangkan persimpangan atau junction jadi karena perubahan trafik arus tranportasi.
Lokasi yang premium banyak namun tidak murah. Karena itu mengincar daerah premium maka “jual beli” tidak disarankan. Mengapa? Kenaikan nilai tanah dan property di daearh tersbeut bisa lebih tinggi jauh dari inflasi di tambah bunga bank.
Merugipun di tahan.
Misalnya sahabat saya pemilik Pullman dan gedung kantor wisma nusantara, di tahun 2000 an hingga saat ini mengalami dinamika turun naik bahkan bisa subsidi puluhan milyar dari kantongnya namun tidak akan di lepas karena sejak beli yang di katakan hanya ratusan milyar sekarang 5 triliun mah lebih nilainya.
Jadi kuncinya, jangan di jual dan di manfaatkan dengan bisnis berbasis “solvabilitas”, yaitu gabungan asset dan revenue.
Revenue base income adalah berbisnis makanan misalnya dengan ruang café atau restonya menyewa. Asetnya pada project, manajemen, dan teknologi. Asset tak bergerak tidak ada.
Solvabilitas, ada asset, ada revenue.
Sahabat saya yang menasehati saya belasan tahun lalu memiliki lahan senilai 10 milyar di bilangan Jakarta selatan daerah prime. Dan dia pinjam 30 milyar membangun hotel.
Tahun ke 3 pinjaman 30 milyar menjadi 15 milyar karena cicilan baik. Lalu tanah dan bangunan di “apprise” di nilai ulang, di mana nilainya di tahun ketiga menjadi 65 milyar (naik dari 10+30).
Dengan nilai baru tersebut dia meminjam uang 30 milyar lagi. Dan membangun hotel lebih kecil sedikit. 2 hotel, membayar cicilan 1 hotel. Hotel pertama di jaminkan, hotel ke 2 tidak di jaminkan.
3 tahun kemudian, pinjaman yang 55 milyar menjadi 35 milyar dan 2 hotel tadi di “apprise” lagi, dan nilainya menjadi 125 milyar keduanya.
Dia ambil kredit lagi menjaminkan keduanya, 60 milyar pinjaman untuk membangun 2 hotel baru lagi. Dimana 3 tahun kemudian, 4 hotel tersebut “di appraise” lagi dan nilainya menjadi 250 Milyar dengan hutang seiktar 75 milyar.
Secara kalkulasi, pergerakan asetnya naik di banding naiknya hutan, lebih tinggi naiknya asset. Juga revenue penjualan usaha rationya bagus dalam membayar kewajiban pinjaman masih berlebih buat kantong pribadinya.
Sekarang 18 tahun kemudian, dia memiliki 20 hotel dan tidak ada pinjaman. Asetnya berbilang triliun.
Cara inilah yang baru saya tiru sejak tahun 2014, saya harus menunggu lebih dari 10 tahun untuk “ngeh” coba, geblek ngak saya ini. ok, sudah lunas ya janji saya menginfokan ilmu sederhana yang mungkin di bilang biasa saja tapi saya percaya tuh

Comments

Popular Posts